Renungan Pendidikan #14 – Hendaknya Tumbuh Kembang Anak Sesuai Dengan Masanya

Pendidikan Fitrah Anak

Segala yang ada di muka bumi memiliki sunnatullah tahapan pertumbuhannya masing-masing yang berkorelasi dengan dimensi waktu dan dimensi kehidupan.

Ada masa dimana benih atau biji ditanam dan disemai, ada masanya benih bertunas, ada masanya tumbuh cabang dan daun, ada masanya berbunga, ada masanya berbuah begitu seterusnya.

Untuk setiap masa itu ada cara dan tujuannya masing-masing. Dalam sunnatullah perkembangan atau pertumbuhan ini maka tidak berlaku kaidah “makin cepat makin baik”, juga jangan terlalu terlambat untuk tiap tahapannya. Segala sesuatunya akan indah bila tumbuh pada saatnya.

Inilah potensi fitrah perkembangan, dimana semua upaya dan tujuan menumbuhkan fitrah harus sesuai tahapan fitrah perkembangan. Karena peran pendidikan adalah menumbuhkan fitrah anak anak kita maka pendidikan fitrah keimanan, pendidikan fitrah belajar dan pendidikan fitrah bakat sebaiknya mengikuti sunnatullah tahapan waktu.

Maka dalam pandangan keimanan pada sunnatullah tahapan ini, tidak ada periode emas pada tahap tertentu sebagaimana kita umumnya mengenal “golden age” pada usia 0-5 tahun. Karena sesungguhnya setiap tahap usia adalah emas apabila tumbuh menurut cara dan tujuan yang sesuai pada tahap itu.

Sistem persekolahan yang ada umumnya melihat tiap tahapan itu sebagai upaya persiapan masuk perguruan tinggi atau mencetak professor dan professional, dimulai sejak pendidikan anak usia dini.

Pendidikan anak usia dini (PAUD) bukanlah sekolah anak usia dini (SAUD) yang mempersiapkan anak untuk masuk sekolah dasar. Dengan pandangan absurd ini, banyak persekolahan yang memberhalakan kecerdasan akademis sebagai mata uang yang paling laris dijajakan.

Sesungguhnya bukan demikian! Pandangan ini mengingkari fitrah perkembangan. Setiap yang mengingkari fitrah dipastikan merusak fitrah itu sendiri.

Pendidikan usia dini sejatinya adalah pendidikan agar anak2 kita utuh menjadi usia dini dalam semua aspek fitrahnya (fitrah keimanan, fitrah belajar, fitrah bakat) tepat ketika mereka berada pada usia dini.

Begitupula pendidikan dasar dan menengah adalah pendidikan agar anak anak kita utuh dalam semua aspek fitrahnya pada tahapan tersebut.

Sayangnya banyak orangtua yang “taken for granted” pada sistem persekolahan yang mengkhianati fitrah perkembangan ini. Kita ikut-ikutan merusak fitrah anak anak kita tanpa sadar karena menganganggap persekolahan adalah pendidikan yang kebenarannya mutlak.

Di sisi lain, tidak pernah ada penelitian ilmiah satupun yang membenarkan tahapan perkembangan manusia sebagaimana pengamatan psikolog barat terhadap masyarakat mereka, yaitu ada tahap toddlers, kids, teenagers, adult dstnya, dimana setiap tahap itu dibagi tiga yaitu tahap awal, pertengahan dan akhir, lalu ada pubertas untuk tiap tahap tersebut.

Tahapan tanpa ada landasan ilmiah ini kemudian masuk ke dalam sistem persekolahan menjadi TK, SD, SMP, SMA dstnya, dimana masing masing punya waktu 3 dan 6 tahun. Total lama bersekolah mencapai 20 tahun bahkan lebih sebelum seseorang dianggap layak menjadi manusia dewasa dan memiliki peran sosialnya.

Sesungguhnya Islam dan bahkan dunia sebelum era persekolahan modern seperti hari ini, hanya mengakui dua tahap besar pertumbuhan manusia yaitu sebelum Aqil Baligh ( < 15 tahun) dan sesudah Aqil Baligh (=> 15 tahun). Islam dan peradaban dunia hanya mengenal dua tahap yaitu tahap anak dan tahap pemuda, dan sampai abad 19 tidak pernah mengenal istilah adolescene (remaja). ‪#‎aqilbaligh

Lagi lagi para orangtua menerima begitu saja, menelan mentah-mentah sistem yang dibangun tanpa landasan ilmiah dan melanggar fitrah ini, sistem yang melambatkan peran para pemuda belasan tahun, sistem yang melakukan pembocahan anak anak kita sampai usia 25 tahun, sistem yang membuat kegalauan dan kegelisahan yang panjang akibat kesenjangan masa anak dan masa pemuda yang terlalu jauh.

Maka mari kita kembalikan pendidikan anak anak kita- pendidikan generasi peradaban – kepada kesejatiannya, kepada kesejatian fitrah perkembangan dan fitrah pertumbuhan anak-anak kita, lalu meletakkan fitrah2 lainnya di atas fitrah perkembangan itu secara tepat.

Ambilah sehelai kertas, rancanglah pendidikan fitrah keimanan, fitrah belajar, fitrah bakat anak anak kita pada tahap usia 0-6 tahun, lalu pada tahap usia 7-10 tahun, lalu pada tahap usia 11-14 tahun (pre aqil baligh), lalu tahap usia di atas 15 tahun (post aqil baligh).

Pelajarilah Sirah Nabawiyah, amati dengan seksama bagaimana mendidik masing-masing fitrah itu sesuai tahapannya. Bagaimana mendidik dan membangkitkan fitrah keimanan atau aqidah di usia dini, juga di usia pre aqil baligh awal, pre aqil baligh akhir dstnya. Pelajarilah sains tentang perkembangan manusia yang sesuai dengan alQuran.

Lihat dan telitilah bagaimana fitrah Belajar seperti Bahasa ibu, Belajar di Alam, Belajar di Masyarakat dstnya dididik pada tiap tahapan itu. Juga bagaimana fitrah Bakat diamati, dikenali, dikembangkan pada tiap tahap itu. Susunlah semuanya agar menjadi framework dan roadmap pendidikan anak anak kita.

Setelah itu mari kita rancang dan jalankan pendidikan sesuai tahapan fitrah perkembangan, mari kita didik generasi aqil baligh yang mampu memikul syariah, generasi peradaban belajar yang inovatif dan generasi yang memiliki peran peradaban ketika anak anak kita mencapai aqilbaligh saat berusia belasan tahun.

Lagipula buat apa kita ajarkan syariah, kecerdasan, bakat dll pada anak anak kita bila mereka tidak dipersiapkan menjadi generasi aqilbaligh. Padahal hanya generasi aqilbaligh yang mampu memikul syariah dan yang punya peran peradaban, generasi yang mampu menebar rahmat dan manfaat ketika mencapai aqilbaligh.

Salam Pendidikan Peradaban

‪#‎pendidikanberbasispotensi
‪#‎pendidikanberbasisfitrah dan akhlak

Harry Santosa

Renungan Pendidikan #13 – Tumbuhkan Fitrah Keimanan Anak Sejak Dini

Pendidikan Fitrah Anak

Sesungguhnya sebelum kita dilahirkan ke muka bumi, setiap kita pernah bertemu Allah dan bersaksi bahwa Allah benar adanya sebagai Robb kita. “Alastu biRobbikum? Qoluu Balaa Syahidnaa”, begitu bunyi ayatnya di dalam alQuran.

Walau kita lupa peristiwa persaksian itu namun, itu semua itu terekam kuat bahkan terinstal di dalam fitrah keimanan setiap bayi yang lahir.

Karenanya tidak ada satu kaum atau suku pun di muka bumi yang tidak memiliki Tuhan dan tempat beribadah. Karena secara fitrah sesungguhnya setiap manusia menyadari eksistensi Zat Yang Maha Hebat,

Zat Yang menciptakan, mengatur, memberi rizqi dan menguasai segalanya. Manusia menyadari bahwa bersandar pada Zat Yang Maha Segalanya adalah keniscayaan.

Itulah yang menjelaskan mengapa setiap bayi yang lahir “menangis”, karena pada galibnya, setiap bayi merindukan Zat Yang Mampu Memeliharanya, Zat Yang Memberi Rizki kepadanya, Zat yang Maha Hebat tempat menyandarkan semua kebutuhan dan masalahnya, yaitu Robb Semesta Alam.

Inilah Potensi Fitrah Keimanan, meliputi fitrah kesucian, fitrah kebenaran, fitrah kecintaan, fitrah kehormatan diri, fitrah malu terhadap dosa dstnya. Inilah fitrah terpenting dan terutama dibanding fitrah lainnya.

Fitrah keimanan inilah yang melingkupi semua fitrah lainnya seperti fitrah bakat, fitrah belajar, fitrah kepemimpinan, fitrah perkembangan sehingga disempurnakan menjadi mulia. Fitrah keimanan yang menyempurnakan fitrah lainnya sehingga menjadi mulia inilah yang kita kenal dengan akhlaqul karimah.

Bagaimana menjaga dan memelihara serta membangkitkan dan menumbuhkan fitrah keimanan ini?

Ayah Bunda, para pendidik peradaban, para penumbuh fitrah, ketahuilah bahwa sosok Robb bagi seorang bayi, adalah kedua orangtuanya.

Bagaimana Ayah Bundanya bersikap maka begitulah anak balita kita membangun imaji baik atau buruk tentang Robbnya, kemudian dengan imaji itu mereka mempersepsi Robb nya dan mengkonstruksi pensikapannya terhadap kehidupannya kelak.

Allah swt sebagai Robb, meliputi Kholiqon (Allah sebagai Pencipta dan Pemelihara), Roziqon (Allah sebagai Pemberi Rizqi) dan Malikan (Allah sebagai Pemilik). Begitulah bayi kita memandang kita, orangtuanya sebagai penciptanya, pemeliharanya, pemberi rizkinya, pemasok kebutuhannya dan pemilik serta pelindungnya.

Rasulullah SAW, pernah dengan keras menegur seoramg ibu yang menarik bayinya dengan keras karena pipis di pangkuan Rasulullah SAW. “Wahai bunda, pipis ini kan bisa di bersihkan, namun perbuatan bunda menarik bayi dengan kasar dan keras akan diingatnya sepanjang hayatnya”.

Imaji yang buruk anak kita tentang perbuatan orangtuanya, akan menyebabkan luka persepsi. Dan setiap luka persepsi akan melahirkan pensikapan yang buruk terhadap kehidupan anak kita kelak ketika mereka dewasa.

Ada seorang psikolog yang mengatakan bahwa satu hari yang membahagiakan seorang anak ketika mereka kecil, akan menyelamatkan satu hari ketika mereka dewasa. Beberapa hari yang membahagiakan seorang anak di masa kecil, akan menyelamatkan beberapa hari ketika mereka dewasa.

Seluruh hari yang membahagiakan seorang anak sepanjang masa anak anaknya akan menyelamatkan seluruh hidupnya ketika dewasa kelak.

Inilah pentingnya membangun imaji positif anak2 terhadap orangtuanya, terhadap alamnya, terhadap masyarakatnya, terhadap agamanya sejak usia dini. Rasulullah SAW membiarkan cucunya bermain kuda kudaan ketika beliau sedang sujud dalam sholatnya, hingga kedua cucunya puas. Ini semata mata untuk mengkonstruksi imaji positifnya tentang ibadah.

Lihatlah bagaimana Rasulullah SAW membolehkan Aisyah kecil memainkan boneka, memiliki tirai bergambar dstnya. Ini semata-mata agar anak anak memiliki imaji psoitif tentang kehidupannya.

Lihatlah bagaimana Rasulullah SAW meminta imam sholat memendekkan bacaannya apabila terdapat anak-anak di dalam shaf makmumnya. Ini semata-mata agar anak memiliki imaji positif tentang sholat dan Tuhannya.

Hati-hati dengan wajah kita, jangan pernah menunjukkan wajah suram di hadapan anak anak kita ketika memandang wajah anak-anak kita, belailah kepalanya dan bersholawatlah.

Juga jangan pernah berwajah tidak bahagia ketika adzan berkumandang, jangan pernah perlihatkan wajah suram ketika memberi shodaqoh kepada fakir miskin dsbnya. Itu semua akan mematikan fitrah keimanan anak anak kita.

Imaji positif ini juga bisa dibangkitkan dengan belajar di alam, belajar bersama alam. Ajak anak2 balita kita ke alam, bangkitkan imajinasi positifnya tentang semesta, katakan bahwa burung-burung juga sholat dengan merentangkan sayapnya, bulan, planet dan bintang-bintang di langit juga sholat dengan berjalan pada garis edarnya. Bagaimana patuhnya alam pada Sang Pencipta.

Imaji positif ini juga bisa dibangkitkan dengan kisah kisah inspirasi dan kepahlawanan, utamakan kisah alQuran sebelum kisah lainnya. Hindari memulai dengan kisah2 yang berisi banyak peringatan tentang perbuatan yang buruk, mulailah dengan kisah kisah yang membahagiakannya dan memicu kegairahan tentang perbuatan yang baik.

Inilah pentingnya Bahasa Ibu yang utuh pada usia dini, agar anak anak mampu mengekspresikan gagasannya, perasaannya dengan utuh, sebagai represntasi imaji imaji positifnya.

Nah, bila anak2 kita telah memiliki imaji imaji yang baik dan positif tentang Allah, tentang Sholat, tentang alQuran, tentang Alam Semesta dsbnya sejak usia 0-6 tahun, maka ketika Sholat diperintahkan pada usia 7 tahun, akan seperti pucuk dicinta ulam tiba. Tidak ada perlawanan apapun kecuali kebahagiaan menyambutnya. Hal yang sama berlaku untuk syariah lainnya.

Jadi mulailah dengan membangkitkan kesadaran fitrah keimanannya sejak dini bukan dimulai dengan memaksakan pelaksanaan syariahnya. Begitulah tarbiyah yang dicontohkan Rasulullah SAW.

Usia 10 tahun adalah batas akhir untuk mengenal Allah secara utuh lewat pembuktian Sholat yang konsisten. Karenanya anak yang sudah berusia 10 tahun boleh dipukul bila masih belum konsisten sholatnya. Hal ini sebaiknya tidak terjadi karena ada masa yang panjang selama 10 tahun untuk menyadarkan dan membangkitkan fitrah keimanannya.Rasulullah SAW tidak pernah memukul anak sepanjang hidupnya.

Maka ada hal terpenting bagi kita semua para orangtua untuk mendidik keimanan anak-anak kita yaitu mulailah dengan membersihkan jiwa kita dan mengembalikan fitrah2 baik dalam diri kita, sehingga fitrah kita akan bertemu dengan Fitrah Keimanan anak anak kita, yang sesungguhnya telah siap untuk disemai, dibangkitkan dengan inspirasi, imaji dan keteladanan.

Mari kita perbaiki jiwa dan keimanan kita sebelum membangkitkan fitrah keimanan anak anak kita. Menjadi orangtua sejati dengan jiwa dan hati yang bersih adalah keberkahan dan bekal menumbuhkan fitrah keimanan anak anak kita.

Tanpa tumbuhnya Fitrah Keimanan anak kita maka fitrah lainnya akan menjadi tidak mulia.

Salam Pendidikan Peradaban

‪#‎pendidikanberbasispotensi
‪#‎pendidikanberbasisfitrah dan akhlak

Harry Santosa

Renungan Pendidikan #12 – Setiap Anak Membawa Sifat Fitrah Masing-Masing

Pendidikan Fitrah Anak

Setiap anak kita adalah “very unique”, setiap mereka adalah “very limited special edition”, begitu menurut seorang ustadz.

Sesungguhnya setiap seseorang diciptakan hanya sekali dan satu-satunya sepanjang zaman sejak zaman Nabi Adam as, tidak pernah ada edisi ke dua atau versi kedua manusia yg diciptakan demikian di muka bumi dan di akhirat kelak.

Lihatlah anak-anak kita, tidak seorangpun dari mereka memiliki ciri khas dan sifat bawaan yang sama. Ingatlah selalu bahwa Allah swt terlalu kaya untuk membuat manusia serupa dan sama.

Tidak satupun manusia yang sama persis di muka bumi, baik fisik maupun sifat bawaannya. Lima milyar manusia dengan lima milyar potensi bakat. Renungkanlah, apakah ini sebuah ketidaksengajaan? Apakah adanya variasi yang tak berhingga demikian adalah sebuah kebetulan?

Semua keunikan itu pasti ada maksudnya, ada tujuannya, ada misi penciptaannya, ada perannya, ada manfaatnya dalam peradaban manusia yang membutuhkan begitu banyak peran beragam.

Peran khalifah di muka bukanlah peran tunggal, namun kolektifitas peran spesifik yang beragam. Peran spesifik ini telah terinstal sejak lahir berupa fitrah.

Inilah yang disebut potensi fitrah bakat, di samping potensi fitrah lainnya. Potensi fitrah bakat adalah potensi keunikan berupa sifat bawaan yang telah Allah instal pada setiap anak sejak pertama kali diciptakan.

Potensi fitrah bakat atau potensi unik ini bahkan nampak sejak dalam kandungan, terlihat jelas semenjak balita dan akan semakin menguat dan konsisten saat usia 10 tahun.

Ada dua hal yang harus dikenali dengan jelas dan utuh saat usia 10 tahun, yaitu mengenal Allah dan mengenal diri. Usia 10 adalah batas akhir sholat yang sempurna (sebagai penanda tumbuhnya fitrah keimanan) dan aktifitas bakat yang mulai konsisten dan fokus untuk dikembangkan (sebagai penanda mulai ditajamkannya peran peradabannya kelak yang berbasis fitrah bakat).

Jika seorang anak terlihat “suka menata” sejak usia 8 bulan, maka akan terus demikian bahkan mungkin semakin menguat ketika berusia 88 tahun. Jika seorang anak terlihat “suka bersih bersih” sejak usia 8 bulan maka akan terus demikian bahkan semakin menguat ketika berusia 88 tahun.

Fitrah itu ibarat benih, tergantung kepada kita orangtua dan pendidik, mau diletakkan di tempat yang menumbuh suburkan benih itu atau mau menguburnya dalam dalam.

Fitrah bakat atau sifat bawaan ini pada akhirnya jika tumbuh sempurna akan merupakan peran seseorang, panggilan hidup seseorang, misi penciptaan seseorang, jalan sukses seseorang, misi spesifik tugas khalifahnya di muka bumi.

Namun sayangnya walau banyak orangtua mengakui demikian, dalam kenyataannya banyak orangtua dan pendidik yg tidak jujur dan bahkan tidak peduli serta tidak konsisten untuk mengembangkan potensi keunikan anak2nya ini.

Banyak lembaga yang menamakan dirinya sbg lembaga pendidikan, namun abai terhadap potensi fitrah bakat ini. Umumnya bakat hanya diletakkan dalam pandangan bakat dalam bidang seperti olahraga dll, lalu diberi sedikit ruang bernama ekstra kurikuler. Sementara inti utama pendidikan menurut mereka adalah skill dan knowledge (S.K).

Bayangkan ilustrasi ini, jika 1000 orang di beri pelatihan skill / keterampilan tentang autocad, photoshop dll lalu diceramahi pengetahuan/ knowledge ttg desain selama 1000 jam, maka yang mampu mendesain dengan bagus tetaplah hanya beberapa saja dari mereka yang memang benar benar berbakat desain.

Skill dan Knowledge tidak harus dikuasai semuanya, orang hebat bukanlah orang yg terampil dan mengetahui semua hal, orang hebat adalah orang yang fokus pada keunikan bakatnya lalu dilengkapi dengan skill dan knowledge pendukung yang relevan.

Abu Bakar ra mengatakan bahwa bukan aib bagi seseorang yang tidak mengetahui sesuatu yang tidak relevan dengan dirinya.

Paradigma bahwa Skill dan Knowledge harus utama adalah paradigma revolusi industri yang masih dibawa2 sampai saat ini, dimana anak2 kita digiring menjadi robot robot pekerja yang tidak perlu tahu keunikan bakatnya apa.

Dunia persekolahan masih memuja paradigma ini, mereka beranggapan semua anak sama dan wajib diajarkan semua pengetahuan. Yang paling hebat adalah yang paling banyak menguasai semuanya, walau tidak relevan terhadap bakatnya apalagi karakter personal dan lokalnya.

Lihatlah dunia kini mengalami krisis sumberdaya manusia, dimana 80% lebih orang bekerja tidak enjoy krn bekerja tanpa bakat mereka. Bahkan 87% mahasiswa Indonesia menurut riset 2014, salah jurusan.

Ketidaksesuaian bakat dan peran akan menyebabkan para professional itu tidak produktif, bahkan menyebabkan depresi dan berbagai konflik yang tidak perlu di tempat kerja.

Mari kita kenali bakat anak anak kita dengan sebaik baiknya, sebagai amanah Allah swt untuk menjaga dan menumbuhkan semua fitrah yang ada. Biarkan anak anak kita jujur menjadi dirinya sesuai sifat bawaannya, sebagaimana Allah menghendakinya demikian. Jangan pernah memaksa anak kita menjalani peran yang bukan dirinya, yang tidak sejalan dengan fitrah bakatnya, yang mengkhianati peran peradabannya.

Potensi Fitrah Bakat bukan hanya bakat pada bidang, yaitu terkait fisik yang dapat diamati, seperti olahraga, menari, memasak, dll tetapi juga bakat pada peran, yaitu yang terkait dengan peran spesifik seperti perancang, penata, pemimpin, pemikir, dsbnya yang akan dijalani anak anak kita sebagai peran khalifah di muka bumi.

Makin unik peran anak anak kita, makin eksis peran peradaban mereka. Makin seragam dan generik peran mereka, makin makin mudah digantikan oleh robot maupun orang lain.

Namun ingatlah bahwa bakat penting, namun bukan segalanya. Bakat tanpa keimanan akan menyebabkan kerusakan, namun ingat pula, bahwa keimanan tanpa peran bakat, maka akan sangat sedikit memberi manfaat bagi kehidupan.

Salam Pendidikan Peradaban
‪#‎pendidikanberbasispotensi
‪#‎pendidikanberbasisfitrah dan akhlak

Harry Santosa

Renungan Pendidikan #11 – Potensi Fitrah Belajar

Pendidikan Fitrah Anak

Tiap bayi kita yg lahir adalah pembelajar tangguh sejati. Lihatlah tidak ada bayi yg memutuskan merangkak seumur hidupnya. Mereka menuntaskan belajar “jalan” nya dgn gigih sampai bisa berjalan bahkan berlari dan melompat. Tugas kita hanya memberi kesempatan, ruang yg aman dan semangat.

Tiap bayi kita yg lahir adalah penjelajah (discoverer) yg sangat serius dan kurius (curious). Lihatlah semua sudut di dalam rumah serta perabotan bahkan yg berbahayapun tdk luput dari targetnya. Mereka suka meraba, menyentuh, memegang apapun yg bisa dijangkaunya. Tugas kita hanya memberi kesempatan, ruang yg aman dan semangat.

Tiap bayi kita yg lahir sangat kreatif dan kaya imajinasi. Lihatlah bagaimana mereka mewarnai gambar langit dengan ungu, pohon2 dengan biru, rumput dengan jingga dstnya.

Mereka berimajinasi keranjang pakaian sbg perahu, gayung kamar mandi sbg kapal selam, sapu sebagai pedang dstnya. Tugas kita hanya memberi kesempatan, ruang yg aman dan semangat.

Banyak orang menduga kemampuan manusia yg utama dalam belajar adalah adaptasi, padahal semua binatang dan tumbuhan juga bisa beradaptasi. Ada yg menyangka kemampuan manusia yg utama adalah kompetisi padahal hewan dan jin pun berkompetisi.

Ketahuilah bahwa kemampuan manusia yg utama adalah mengelola, mengklasifikasi, menginovasikan serta mewariskan pengetahuannya sbg produk dari potensi fitrah belajarnya. Seribu ekor kera bisa dilatih memancing ikan, namun tdk satupun dari mereka yg mampu menciptakan kail dan mewariskannya pd anak2nya.

Sejak langit dan bumi diciptakan, lalu ditempatkan Adam di atasnya, maka yg pertama Allah berikan adalah mengajarkan Adam, nama-nama semua benda (taxonomy). Inillah potensi fitrah belajar yg Allah berikan sebagai bekal penting dari makhluk yg ditakdirkan menjadi khalifah di muka bumi.

Karena itu sesungguhnya setiap anak yang lahir telah memiliki Potensi Fitrah Belajar. Para orangtua dan pendidik tidak perlu panik menggegas kemampuan belajar anak2nya.

Anak2 hanya memerlukan sebuah ruang terbuka di alam dan hati orangtua yg terbuka bagi imajinasi kreatifnya, bagi curiousity-nya, bagi ketuntasan eksplorasi belajarnya, bagi penjelajahan dan petualangan belajarnya, bagi kesempatannya utk semakin menjadi dirinya.

Tidak perlu tempat dan gedung belajar yg khusus, semua sudut di muka bumi adalah taman belajar yang indah. Di pasar, di kebun, di stasiun kereta, di sungai, di museum, di terminal, di atas pohon, di tukang sayur keliling, di perahu, di hutan, di sawah, di bengkel dsbnya.

Alam dan budaya masyarakat Indonesia terlalu kaya untuk diabaikan dan dimubazirkan. Bangkitkan fitrah belajarnya yg sdh ada agar terjaga dan tumbuh subur melalui bumi Allah yg luas.

Tidak perlu waktu belajar yg khusus, semua waktu dan peristiwa yg berseliweran setiap saat adalah momen belajar yg banyak hikmahnya. Bangkitkan fitrah belajarnya atas kesadaran hikmah peristiwa yg ada.

Tidak perlu guru “khusus” yg formal, semua makhluk bisa menjadi guru, semua praktisi kehidupan adalah guru, semua peristiwa dalam kehidupan adalah guru dan penasehat, bahkan peristiwa musibah dan kematianpun bisa menjadi guru.

Jika ada anak yg hanya belajar ketika akan ujian, ketika disuruh, ketika ada tugas, ketika diancam, ketika panik krn tertekan, maka fitrah belajarnya telah terkubur dalam dalam.

Jika ada anak yg belajarnya krn ingin juara, ingin hadiah, ingin nilai, ingin dipuji, ingin mendapat ranking, ingin mendapat sertifikat, ijasah dan gelar maka fitrah belajarnya telah tersimpangkan.

Mari percaya diri untuk mendidik sendiri anak2 kita sendiri, agar kitalah yg memastikan potensi fitrah belajarnya terjaga, tumbuh sempurna, indah merekah. Karena kitalah yg diberi amanah menjaga fitrah anak2 kita dan akan ditanya di akhirat kelak.

 

Salam Pendidikan Peradaban

‪#‎pendidikanberbasispotensi
‪#‎pendidikanberbasisfitrah dan akhlak

Harry Santosa

Renungan Pendidikan #10 – Mendidik Anak Sesuai Kadarnya

 

Pendidikan berbasis fitrah

Allah telah menetapkan segala sesuatu sesuai kadar dan ukurannya masing-masing. Ibarat tabel periodik unsur unsur kimia, maka kita menyaksikan bhw setiap unsur itu unik dan masing masing memilki karakteristik yg berbeda.

Kita tdk pernah bisa memaksa air membeku pd suhu ruangan, dan menjadi mendidih pd suhu 0 derajat celcius. Begitupula besi tidak akan meleleh pada suhu dimana air mendidih dstnya. Kita bisa meneliti, menemukan polanya, memanfaatkannya sesuai potensinya, namun tdk pernah bisa mekayasa unsur2 itu utk melawan fitrah penciptaannya.

Begitu pula induk ayam, tidak akan pernah bisa menetaskan telurnya sesuka hatinya walau beliau yang menelurkannya. Sang induk ayam hanya bisa “menemani” dengan mengerami pd tingkat kehangatan dan masa eram sesuai sunnatullahnya sebagaimana Allah ilhamkan kpd nya.

Begitupula ikan, sang induk ikan hanya bisa menempatkan telurnya ditempat yg nyaman dan aman sebagaimana Allah ilhamkan kpdnya. Beberapa jenis ikan menyimpan telurnya di karang, jenis lainnya di ganggang, bahkan ada jenis ikan yg harus berjuang melawan arus sungai menuju hulu sungai utk menempatkan telurnya di tempat yg nyaman untuk menetas. Semuanya ada sunnatullahnya, semuanya telah diilhamkan Allah.

Begitupula para petani, hanya mampu mengamati pola pertumbuhan tanamannya, lalu menempatkan benih tanaman pada media yg cocok, dan jelas bukan mereka yg menumbuhkan benih itu. Benih itu akan tumbuh sesuai sunnatullahnya, sesuai fitrah penciptaannya. Semakin sesuai dgn fitrahnya, semakin subur dan bermanfaat tumbuhannya.

Di Jepang, sebuah pohon tomat bisa berbuah sampai 12000 butir, hanya krn diketahui bhw fitrah akar tomat sangat cocok tumbuh di air bukan di tanah. Sehingga tanpa perlu teknologi pertanian yg canggih, hanya perlu menutrisi air dimana akar tomat itu diletakkan, maka pohon itu bisa tumbuh subur dan berbuah banyak.

Nah, begitulah pendidikan anak2 kita. Kita hanya perlu rileks dan konsisten, tenang dan istiqomah menemani dan meletakkan fitrah2 anak kita di tempat yg sesuai dan sejati menurut tahap perkembangannya. Maka tanpa memerlukan metode2 yg rumit, rekayasa dan manipulatif, insyaAllah, potensi fitrah anak2 kita akan tumbuh sempurna dan membawanya kpd peran2 peradaban yg memberi manfaat yg banyak bagi dunia dan akhiratnya.

Salam Pendidikan Peradaban

‪#‎pendidikanberbasispotensi
‪#‎pendidikanberbasisfitrah dan akhlak

Harry Santosa

Renungan Pendidikan #9 – Sukses Adalah Bermanfaat

Pendidikan Fitrah Anak

Setiap kita menginginkan anak-anak kita sukses di masa depan. Namun tidak setiap kita memahami makna sukses bagi anak-anak kita.

Sukses bagi kebanyakan kita biasanya adalah tercapainya cita2 anak2 kita. Lalu apa cita-cita anak2 kita? ya sukses. Jadi apa sebenarnya makna sukses?

Sukses bagi kebanyakan kita diukur dengan materi yg berlimpah, diimajinasikan dengan status sosial yg tinggi, dipersepsikan dengan kedudukan duniawi yang bisa disandang, diidentikan dengan gelar gelar akademis yg bisa diperoleh, banyaknya ilmu yg dikuasai termasuk ilmu agama dstnya.

Boleh boleh saja memandang sukses seperti itu, namun bukan itu hakekat sukses. Materi yg berlimpah akan percuma jika tdk bermanfaat, status sosial yg tinggi, kedudukan duniawi, gelar2 akademis juga akan sia sia jika tidak memberi manfaat.

Bahkan banyaknya ilmu dunia dan ilmu agama juga akan mubazir dan membahayakan jika tidak bermanfaat.
Bukankah inti kehadiran kita dan anak2 kita di muka bumi adalah kemanfaatan?

Jadi ukuran sukses dalam pandangan misi penciptaan kita di muka bumi adalah jelas yaitu kemanfaatan. Maka sebaik2 pendidikan anak2 kita adalah pendidikan yang membawa manfaat di dunia dan di akhirat, bukan satu diantaranya.

Tentu kita bertanya2, bukankah semua pendidikan dimaksudkan agar anak2 kita bermanfaat?
Benar, namun manfaat yang dimaksud adalah bukan manfaat ilmu secara terbatas namun kepada kemanfaatan yg lebih luas, yaitu bhw pendidikan mampu membawa anak2 kita kepada peran peradabannya sesuai fitrah2 yg dimilikinya sehingga memiliki karya2 yg manfaat dan menebar rahmat.

Kita sesungguhnya tidak perlu khawatir, tinggal mengikuti saja fitrah2 yg ada. Karena Sunnatullahnya adalah sepanjang potensi fitrah2 itu dibangkitkan dan ditumbuhkan, maka dipastikan anak2 kita akan memberi manfaat bagi dunia dan akhiratnya. Mengapa?

Karena fitrah2 itu dikaruniakan Allah kepada setiap manusia dalam menjalani misi penciptaannya di muka bumi, maka niscaya semua fitrah akan bermanfaat. Bukankah tiada satupun yang sia2 dari Ciptaan atau Fitrah Allah?

Dan tiada yg berubah dari fitrah Allah itu sampai kita merubahnya, menyimpangkannya atau menguburnya dalam dalam. Allah tdk akan merubah nasib baik seseorang sampai ada yang merubah apa2 yg sdh diciptakan dalam dirinya, yaitu potensi fitrah2 itu.

Ingatlah bahwa semakin kembali kepada fitrah (iedul fitrah) maka akan semakin menuju kesuksesan. Semakin mendekat kepada kesejatian maka akan semakin mendekati kebahagiaan dan kemanfaatan. Begitulah sunnatullahnya.

Semakin menjauh dari fitrah maka akan semakin menuju ketidakmanfaatan, ketidakbahagiaan bahkan kesengsaraan. Na’udzubillah.

Mari kita jalani kehidupan sesuai fitrahnya, sesuai kesejatian dalam semua hal, mari kita kembalikan kesejatian peran kita sebagai pendidik fitrah terbaik sepanjang masa, mari kita kembalikan kesejatian pendidikan dengan mendidik potensi2 fitrah yg Allah swt karuniakan.

Tentu saja fitrah2 yg Allah karuniakan, adalah potensi yg hrs disadarkan dan dibangkitkan melalui pendidikan, jadi mari kita kembalikan kesejatian (fitrah) diri kita dan anak2 kita, melalui pendidikan berbasis fitrah lalu menyempurnakannya dengan akhlakul karimah.

Agar fitrah2 baik kita sbg orangtua bertemu dan menguatkan fitrah2 baik anak2 kita, agar rumah2 kita kembali kpd kesejatiannya, agar secara kolektif, dunia dan peradaban pun akan kembali kepada fitrahnya atau kesejatiannya, dan pada keseluruhan akhirnya akan memberi manfaat seluas2nya dan menebar rahmat seindah2nya.

Salam Pendidikan Peradaban
‪#‎pendidikanberbasispotensi
‪#‎pendidikanberbasisfitrah dan akhlak

Harry Santosa

Renungan Pendidikan – Sang Khalifah Dalam Tubuh Kecil

 

Rumah FAFA Ceria - Khalifah dalam tubuh kecil

Pandanglah anak-anak kita, para krucil itu ketika mereka berlarian tertawa tawa, menjerit jerit, kadang bertengkar dstnya. Mereka sangat kreatif membuat rumah seperti kapal pecah, mengacak acak tempat tidur, menarik sprei dan sarung bantal, menjungkirbalikan kursi, menarik taplak meja, menempelkan upilnya di dinding sehingga merangkai mozaik yang “keren” dll.

Mungkin tidak ada perabotan yang masih utuh di rumah kita, tidak ada vas bunga yang bertahan lama, tidak ada dinding yang luput dari coretan kreatifnya, tidak ada perabotan dapur yang tidak lecet dan penyok akibat ulahnya, tidak ada benda yang diam, semua benda benda senantiasa berpindah tempat dan susah dicari dstnya. Tidak ada isi lemari yang bisa tersusun rapih, semua di “aduk aduk” tanpa kecuali.

Anak2 kita yang luarbiasa memusingkan dan kadang menyebalkan itu, sesungguhnya adalah khalifah di muka bumi, yang dititipkan kepada kita, hanya bentuk dan ukurannya yang masih kecil saja. Biarkan mereka tumbuh alamiah, jujur apa adanya di hadapan kita. Merekalah tamu peradaban termulia di rumah kita.

Jangan terburu ingin melihat status sholeh anak anak kita dengan melihatnya duduk manis, patuh, diam di tempat dengan rumah yang kinclong bersih. Mereka yang di bawah usia 7 tahun belum punya tanggungjawab moral, jangan perlakukan sebagai orang dewasa. Setelah usia 7 tahun mereka perlahan akan memahami nilai2 kebenaran sebagai bagian dari fitrah keimanannya. Shabar saja dan rileks.

Jangan khawatir, mereka tidak pernah berniat menghancurkan rumah kedua orangtuanya kok, mereka cuma suka belajar sebagai pertanda fitrah belajarnya tumbuh sehat. Pada saatnya, khalifah ini juga tahu nilai nilai, karena sudah Allah tanamkan di dada mereka. Kita cuma perlu rileks dan ridha, syukur dan shabar. Tidak akan lama. Rumah kita akan sepi dan beku sepeninggal tamu peradaban termulia ini.

Karena sesungguhnya para khalifah mini yang suka kita pelototi, marahi mungkin cubiti, atau tanpa sengaja mengamati jeritan2 stres kita akibat ketidakshabaran kita, ketergesaan kita dstnya, adalah ciptaanNya yang disetting sebagai makhluk paling mulia di muka bumi.

Khalifah berukuran mini ini akan menjadi besar kelak, lalu seperti apa khalifah yang lahir dari rumah kita? Khalifah yang menumpahkan darah dan berbuat kerusakan? Atau Khalifah yang menebar rahmat dan perbaikan?

Semua tergantung lisan, mata, telinga, hati dan tangan serta kaki kita, orangtuanya. Fitrah mereka sudah Islam, sudah lurus hanya perlu ditumbuhkan dan dirawat saja. Jangan coba2 merubah fitrahnya, maka mereka akan menyimpang dari takdir perannya, dari panggilan hidupnya.

Sungguh tersimpan dalam renyah tawa dan rengekan tak jelas itu, peran2 peradaban yang sudah ditakdirkan Allah padanya. Tidak ada peran buruk yang Allah takdirkan bagi manusia, kecuali manusia merubahnya. Maka sentuhlah dengan lembut, belailah dengan sholawat, haluskan akhlak kita di hadapan mereka, jangan lukai jiwanya karena akan membuat luka peran peradabannyanya kelak.

Peran peran yang memuliakan manusia dan alam berangkat dari fitrah2 yang dimuliakan tumbuhnya. Sungguh sukses mereka yang memuliakannya.

Kitalah yang diamanahi merawat fitrah anak anak kita, tidak perlu dilebihi dan jangan dikurangi sedikitpun. Jangan gegabah, ingat bahwa mereka, adalah khalifah di muka bumi, hanya bentuknya dan ukurannya masih kecil saja.

Maka rawatlah fitrahnya, karena fitrahnya seperti benih yang perlu dirawat dengan telaten, penuh dekapan cinta, konsistensi yang berangkat dari keshabaran dan optimisme yang berangkat dari kebersyukuran atas potensi fitrah sehingga benih itu akan tumbuh besar bagai pohon yang baik (kaa syajarotu thoyyibah), dimana dahan yang menaungi serta buah yang lezat dari pohon itu adalah peran peradabannya

Sederhana merawatnya karena semuanya sudah terinstal, namun jika nafsu dan obsesi kita dominan maka urusannya bisa runyam dan fatal. Kalau sudah paham maka hati2lah, pastikan kita selalu bersamanya sampai menjelang aqilbalighnya.

Ingatlah selalu bahwa Allah tidak akan memanggil mereka yang mampu, tetapi Allah akan memampukan mereka yang terpanggil. Maka, temanilah anak2 kita untuk memenuhi panggilan Tuhannya, yaitu peran peradaban spesifik sesuai fitrahnya, maka Allah akan memampukan mereka.

Janganlah menjejalkan kemampuan yang bukan panggilan hidupnya, maka Allah tidak akan pernah memampukannya memikul syariah dan peran peradabannya kelak. Penuhilah juga panggilan Allah kepada kita untuk mendidik mereka, maka yakinlah Allah akan memampukan kita.

Salam Pendidikan Peradaban 
#‎pendidkanberbasispotensi
#‎pendidikanberbasisfittah dan akhlak

Harry Santosa

Renungan Pendidikan #8 – Islam Itu Sederhana

Pendidikan Fitrah Anak

Islam itu sederhana, namun karena kesederhanaannya maka menjadi begitu rumit bagi banyak orang, begitu seorang ulama berkata. Islam adalah agama fitrah, tentu mudah dan ringan bagi mereka yang fitrahnya masih terjaga.

Kesederhanaan fitrah, tentu saja rumit bila berhadapan dengan obsesi dan hawa nafsu, bila berurusan dgn orang2 yang tidak yakin dgn fitrah atau ciptaan Allah.

Kesederhanaan fitrah juga njlimet bila dinasehatkan kpd mereka yg tidak besyukur atas karunia yg Allah berikan, bila bertemu dengan mereka yg tergesa2 dan merasa selalu kurang atas semua karunia dan ketentuan Allah itu.

Renungkanlah, bukankah Allah swt telah menginstal semua fitrah2 baik dalam diri anak2 kita?

Lihatlah, sejak fitrah keimanan, fitrah belajar, fitrah bakat, fitrah kepemimpinan, fitrah perkembangan sampai kpd fitrah2 yg ada di luar dirinya, semua diberikan Allah swt untuk bekalnya menjalani misi atau peran sbg khalifah, imaroh, imam dan beribadah.

Bukan hanya itu bahkan Allah swt telah mengilhamkan di dada para orangtua hikmah hikmah mendidik setiap hari. Memberikan peristiwa2 setiap hari utk disikapi dgn bijak dan digali hikmah2nya bersama anak2nya.

Tuhanku telah mendidikku maka menjadi baguslah akhlakku.

Mendidik anak dalam Islam pun sesungguhnya sederhana, kita hanya perlu menemani agar fitrah2 yg baik yang ada pada anak2 kita bisa dibangkitkan dan disadarkan secara alamiah, lewat imaji2 positif ttg Allah, ttg dirinya, ttg alamnya, ttg masyarakatnya dstnya. Lalu dilanjutkan dgn keteladanan dan pendampingan pd tahap berikutnya.

Sayangnya banyak orang yg ingin menjadi tuhan, merasa fitrah2 karunia Allah itu kurang, merasa fitrah itu terlalu sederhana, merasa anak2 kita makhluk lemah, ibarat kertas kosong yg perlu ditulisi sebanyak2nya, dibentuk semau2nya. Mereka membuat2 standar yg menyeragamkan pendidikan.

Banyak yg merasa bhw tiap anak tdk memiliki fitrah perkembangan, sehingga anak2 digegas dan dijejali sesuatu yg belum waktunya. Mereka mempercayai tahap emas hanya pd usia balita, padahal tiap tahap perkembangan usia adalah emas, sepanjang mengikuti sunnatullah. Bahkan Nabi saw semakin cemerlang pd puncak usianya ketika berusia 40 tahun.

Banyak yg merasa bhw tiap anak tdk memiliki fitrah belajar, sehingga anak dipaksa dan digegas belajar sehebat2nya utk sesuatu yg belum waktunya.

Misalnya, berapa banyak anak bayi yg diajarkan bahasa asing sebelum tuntas bahasa ibunya? Berapa banyak anak sekolah dasar yg dipacu olimpiade ini dan itu, padahal belajar bukanlah utk menguasai sebanyak2nya, namun utk semakin menjadi dirinya.

Banyak yg menyangka bhw tiap anak tdk punya bakat apapun, pdhl dengan gamblang melihat bhw tiap anak punya sifat bawaan yg unik. Mereka menggegas anak2nya sesuai cetakan yg dibuatnya dengan formula 10000 jam latihan keras, maka jadilah sesuai cetakannya. Ibarat monyet sirkus, yg dilatih untuk pertunjukkan semau pelatihnya.

Padahal bakat anak adalah fitrah, itulah panggilan hidupnya, peran peradabannya, peran spesifiknya sbg khalifah di muka bumi yg kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

Banyak yg mengira, tiap anak tdk lahir bersama fitrah keimanannya. Mereka mendoktrin keimanan bagai orang mengajarkan pengetahuan. Padahal keimanan bukan pengetahuan, namun kesadaran yang tumbuh dari dalam, pengetahuan hanya membantu meneranginya. Berapa banyak orang yg banyak tahu agama namun tdk tumbuh kesadarannya dan tdk tercerahkan.

Mari Ayah Bunda, mari para pendidik peradaban, kita bangun pendidikan berbasis fitrah, pendidikan yg membangkitkan kesadaran fitrah anak2 kita. Agar anak2 kita tumbuh sesuai fitrahnya, sesuai apa yang Allah kehendaki.

Tiada yg berubah dari fitrah Allah, kecuali disimpangkan dan dikubur dalam dalam. Bagi yg menyimpangkan fitrah itu maka akan mendapat bukan yg lebih baik, namun justru keburukan. Kita tidak membutuhkan kurikulum apapun kecuali peta jalan dan frame pendidikan berbasis fitrah anak.

Mari kita temani anak2 kita menjaga dan menumbuhkan fitrah mereka, agar kita mampu mempertanggungjawabkan fitrah2 baik itu di hadapan Allah kelak. Kita bukanlah yang menciptakan mereka, tetapi Allahlah Yang Menciptakan mereka. Berhentilah berobsesi dan berhentilah menjadi tuhan.

Bukankah fitrah itu adalah kesejatian? maka pendidikan sejati adalah pendidikan berbasis fitrah.

Salam Pendidikan Peradaban,

‪#‎pendidikanberbasispotensi dan akhlak
‪#‎pendidkanberbasisfitrah

Harry Santosa

Renungan Pendidikan #7 – Rumah Adalah Gerbang Peradaban

Pendidikan Fitrah Anak

“Baity Jannati”, Rumahku Syurgaku, begitu Rasulullah saw menginspirasi kita utk membangun imajinasi positif ttg rumah kita. Bukan rumah dalam makna fisik namun rumah dalam makna bathin dan makna langit.

Imaji positif ttg rumah kita, sungguh akan melahirkan kesan dan persepsi positif. Dan kesan dan persepsi positif akan memunculkan pensikapan positif terhadap kehidupan dan dunia kita. Sebaliknya, luka persepsi akan melahirkan pensikapan yg buruk.

Begitulah anak2 kita, dunia di mata mereka adalah bagaimana mereka mempersepsikan rumah mereka, mempersepsikan ayah mereka, mempersepsikan ibu mereka, dan semua yang ada di dalam rumah.

Anak2 yg mudah marah, kasar pd sesama adalah karena banyak kemarahan dan kekasaran dalam rumah mereka, anak2 yg penuh cinta pd sesama adalah anak2 yg rumahnya dipenuhi cinta. Anak2 yg mudah membuang sampah di jalan, tidak memelihara diri dari najis adalah mereka yg rumahnya juga demikian.

Rumah adalah taman dan gerbang peradaban yang mengantar anak2 kita menuju peran peradabannya dengan semulia akhlak. Bila rumahnya baik maka secara kolektif baiklah peradabannya kelak. Sebaik baik kalian di dunia nyata adalah yang paling baik terhadap keluarga dan rumah tangganya.

Bila lahir banyak orang2 terbaik bagi rumah tangganya, maka akan semakin baik dunia kita. Bila dunia kini suram, kumuh, kotor, palsu, keindahan imitasi dan semu, barangkali begitupula potret kebanyakan rumah tangga kita.

Bila dunia dan sosmed penuh fitnah dan kebencian, maka dipastikan fitnah dan kebencian ada di rumah rumah mereka. Bila tidak ada asah, asih dan asuh dalam kehidupan sosial di luar rumah, maka dipastikan rumah2 kita sepi dari asah, asih dan asuh.

Neraka dunia dan neraka akhirat, sungguh dimulai dari neraka rumah secara kolektif. Syurga dunia dan syurga akhirat, juga sungguh dimulai dari syurga rumah secara kolektif.

Syurga adalah sebuah taman yg indah, begitulah Rumah yg dikiaskan Rasulullah SAW dengan Syurgaku. Maka rumah kita semestinya adalah bagai taman yang indah dan penuh cinta.

Lalu bayangkan sebuah taman adalah sebuah tempat beraneka warna bunga yg tumbuh. Maka anak2 kita adalah bunga bunga indah peradaban yang bentuk, warna keharuman, kelopak, tangkainya adalah unik. Dan tiada kata yg bisa melukiskan imaji sebuah bunga kecuali cinta dan ketulusannya.

Maka jadilah petani2 bunga di taman, yg menyemai, memelihara fitrah bunga2 itu dgn penuh cinta serta keikhlashan, rileks dan konsisten, ithminan dan istiqomah, sesuai potensi2 fitrah yg ada. Petani taman bunga bukanlah petani perkebunan yg menyeragamkan dan menggegas produksi namun merusak tanah dan tanaman dalam jangka panjang.

Bila peradaban adalah taman besar kehidupan tempat berbagai bangsa, berbagai budaya, berbagai kearifan2 dan agama, berbagai keanekaragaman hayati, berbagai warna kulit dan bahasa dsnya yg ditakdirkan Allah hidup di atasnya. Maka rumah kita sesungguhnya adalah adalah sebuah miniatur peradaban.

Maka camkan baik baik bahwa peradaban dunia dimulai dari peradaban rumah kita. Dan peradaban rumah kita dimulai dari pendidikan peradaban anak2 kita. Dan peradaban yang kita buat hari ini adalah peradaban yg kita siapkan untuk anak cucu kita kelak.

Jangan sampai doa2 dan kebaikan2 anak cucu kita terputus krn kita mempersiapkan peradaban yg buruk untuk mereka, krn kita lalai menjalankan pendidikan peradaban di rumah rumah kita.

 

Salam Pendidikan Peradaban
‪#‎pendidikanberbasispotensi dan akhlak

Harry Santosa