Apa Itu Home Education?

 

Home Education

Diskusi hari Rabu tgl 12 September 2014

Tema : Apa itu Home Education
Pembicara : Bpk. Harry Santosa dan ibu Septi Peni Wulandari

 

Pengantar 
Peradaban sesungguhnya berawal dari sebuah rumah, dari sebuah keluarga. Home Education itu sifat wajib bagi kita yang berperan sebagai penjaga amanah. Karena sesungguhnya HE itu adalah kemampuan alami dan kewajiban syar’i yang harus dimiliki oleh setiap orang tua yang dipercaya menjaga amanahNya.

Jadi tidak ada yang “LUAR BIASA” yang akan kita kerjakan di HE. Kita hanya akan melakukan yang “SEMESTINYA” orang tua lakukan. Maka syarat pertama “dilarang minder” ketika pilihan anda berbeda dengan yang lain. Karena kita sedang menjalankan “misi hidup” dari sang Maha Guru.

Home Education dimulai dari proses seleksi ayah / ibu yang tepat untuk anak-anak kita, karena hak anak pertama adalah mendapatkan ayah dan ibu yg baik. Setelah itu dilanjutkan dari proses terjadinya anak-anak, di dalam rahim, sampai dia lahir. Tahap berikutnya dari usia 0-7 tahun, usia 8-14 tahun, dan usia 14 tahun ke atas kita sudah mempunyai anak yg akil baligh secara bersamaan. Home Education sebagai orang tua dan anak nyaris selesai di usia 14 th ke atas. Orang tua berubah fungsi menjadi coach anak dan mengantar anak menjadi dewasa, delivery method HE pun sudah jauh berbeda.

Kita dipercaya sebagai penjaga amanahNya, SEMESTINYA kita menjaganya dengan ilmu. Jadi orang tua yang belajar khusus untuk mendidik anaknya seharusnya hal BIASA, tapi sekarang menjadi hal yang LUAR BIASA karena tidak banyak orang tua yg melakukannya.

Hal yang SEMESTINYA orang tua lakukan :

  • Mendidik
  • Mendengarkan
  • Menyanyangi
  • Melayani (pd usia 0-7 thn)
  • Memberi rasa aman&nyaman
  • Menjaga dari hal-hal yg merusak jiwa dan fisiknya
  • Memberi contoh dan keteladanan
  • Bermain
  • Berkomunikasi dengan baik sesuai usia anak

Tugas mendidik bukan menjejali “OUTSIDE IN“, tetapi “INSIDE OUT” yaitu menemani anak-anak menggali dan menemukan fitrah-fitah baik itu sehingga mereka menjadi manusia seutuhnya (insan kamil) tepat ketika mencapai usia aqil baligh. Satu-satunya lembaga yang tahu betul anak-anak kita, mampu telaten dan penuh cinta hanyalah rumah dimana amanah mendidik adalah peran utama ayah bundanya.

Anak lahir ke muka bumi membawa fitrahnya, sehingga perlu pendidikan yang mengeluarkan fitrah anak tersebut.

Fitrah Kesucian. Inilah yang menjelaskan mengapa tiap manusia mengenal dan mengakui adanya Tuhan, memerlukan Tuhan, sehingga manusia memiliki sifat mencintai kebenaran, keadilan, kesucian, malu terhadap dosa.
Fitrah Belajar. Tidak satupun manusia yang tidak menyukai belajar, kecuali salah ajar. Khalifah di muka bumi tentunya seorang pembelajar tangguh sejati.
Fitrah Bakat. Ini terkait misi penciptaan spesifik atau peran spesifik khilafah atau peradaban, sehingga setiap anak yang lahir ke muka bumi pasti memiliki bakat yang berbeda-beda.
Fitrah Perkembangan. Setiap manusia memiliki tahapan perkembangan hidup yang spesifik dan memerlukan pendidikan yang sesuai dengan tahapannya, karena perkembangan fisik dan psikologis anak bertahap mengikuti pertambahan usianya. Misalnya, Allah tidak memerintah ajarkan shalat sejak dini, tetapi ajarkan shalat jika mencapai usia 7 tahun. Pembiasaan boleh dilakukan tapi tetap harus didorong oleh dorongan penghayatan aqidah berupa cinta kepada Allah dari dalam diri anak-anak.
Kita pelru mengkaji lebih dalam pendidikan yang dialami oleh Rasulullah dari lahir sampai dewasa, sebagai contoh pendidikan untuk anak-anak nanti.

Pendidikan dan persekolahan adalah hal yang berbeda. Bukan sekolah atau tidak sekolah yang yang ditekankan, tetapi bagaimana pendidikan yang sesuai dengan fitrah anak sehingga potensi alamiah anak dapat dikembangkan, karena setiap anak memiliki potensi yg merupakan panggilan hidupnya.

Pendidikan berbasis potensi yang dimaksud adalah yang terkait dengan performance. Dimulai dengan mengenal sifat bawaan atau istilah Abah Rama dengan Personality Productive yang kemudian menjadi aktivitas dan performance, lalu menjadi karir dan peran peradaban yang merupakan panggilan, akhirnya menentukan destiny. Jadi pengembangan potensi berkaitan dengan performansi, namun performansi memerlukan nilai-nilai yang disebut sebagai akhlak dan moral karakter. Dalam mengembangkan bakatnya, anak-anak perlu diingatkan dan diteladankan dengan nilai-nilai dalam keyakinannya (Al Islam) agar perannya bermanfaat dan rahmat atau menjadi akhlak mulia.

” Setiap keluarga memiliki kemerdekaan untuk menentukan dan mengejar mimpinya , termasuk dalam hal pendidikan.”

Tazkiyatunnafs secara sederhana dimaknai sebagai pensucian jiwa, membersihkan hati dengan banyak mendekat, memohon ampun, menjaga serta berhati-hati dari hal-hal yg syubhat apalagi haram atau waro’ kepada Allah dengan harapan keridhaan Allah SWT agar ditambah hidayah sehingga fitrah nurani memancar dalam akhlak dan sikap serta kesadaran yang tinggi atas peran (tauiyatul a’la). Pendidikan anak atau generasi memerlukan ini sebagai pondasi awal. Selanjutnya adalah masalah teknis.

Umumnya kecemasan, obsesif, banyak menuntut atau banyak memaksa atau sebaliknya, tidak konsisten (dalam arti sesuai fitrah anak, bukan obsesi orang tua), tidak percaya diri mendidik anak, muncul karena kurangnya tazkiyatunnafs para orang tuanya sehingga mudah terpengaruh oleh “tuntutan atau perlakuan” yang tidak sesuai atau menciderai fitrah. Tujuan tazkiyatunnafs orang tua, adalah agar kita kembali kepada kesadaran fitrah kita dengan memahami konsep pendidikan sejati sesuai fitrah.

Ketika orang tua menginginkan anaknya shalih maka orang tua harus memahami konsep kesejatian/fitrah anak dan makna keshalihan sesungguhnya. Shalih adalah amal, bukan status.

Pesan dari Bunda Septi yang selalu kami pegang, “Untuk itu siapkan diri, kuatkan mental, bersihkan segala emosi dan dendam pribadi, untuk menerima SK dari yang Maha Memberi Amanah. Jangan pernah ragukan DIA. Jaga amanah dengan sungguh-sungguh, dunia Allah yang atur, dan nikmati perjalanan anda.”

 

Tanya Jawab:

  1. Bunda Erni :
    Beberapa waktu lalu bapak menteri pendidikan kita melempar wacana mengenai wajib belajar (baca: wajib sekolah) 12 tahun. Lebih jauh ada wacana pemberian sanksi utk keluarga yg tdk mengirimkan anaknya ke sekolah. Itu bgmn ya? Sependek yg saya tau HE atau HS sdh diakui negara krn tercantum dlm uu sisdiknas…
    Jk mmg wacana itu benar, bgmn sebaiknya kita bersikap?

Jwb.
Baik, kami juga mendiskusikan intens di berbagai forum. UU di Indonesia sesungguhnya mengakui pendidikan formal, informal dan nonformal. Intinya tidak me “Wajib Pendidikan Formal” tetapi menyediakan HAK BELAJAR bagi semua rakyat Indonesia.
Entah mengapa Kewajiban Negara menyediakan Hak Belajar, kemudian berubah menjadi Wajib Belajar, dan ujung2nya menjadi Wajib Sekolah (pendidikan formal)

Karena itu Anies Baswedan juga sdg bingung krn tidak ada Payung Hukumnya utk memaksa orang Wajib Sekolah.
Negara mengakui pendidikan informal dan nonformal, artinya orang boleh tidak bersekolah formal.
Namun kenyataannya, kita semua digiring utk menyekolahkan anak kita di sekolah formal
Bahkan banyak HS yg kemudian, berubah menjadi Bimbingan Belajar utk memperoleh Ijasah Kesetaraan, yg ujung2 nya dipaksa utk menjadi Formal juga
Jawaban pertanyaan kedua, ada kaitannya dgn penjelasan pertama
Belajar itu Wajib, namun tidak ada satu ayat atau hadits pun yg mewajibkan bersekolah
Persekolahan adalah lembaga yg dilahirkan krn tuntutan era industri utk mencetak sebanyak mungkin skill labour dan knowledge worker
Karakter, bakat, akhlak menjadi sesuatu yg tdk penting pd era industri

Oleh krn itu KHD, KH Ahmad Dahlan dll melakukan perlawanan atas sistem persekolahan industrial yg dibawa Belanda lewat politik etis tahun 1901 . Ki Hajar Dewantoro (KHD) dan KH Ahmad Dahlan, menyuarakan agar pendidikan kembali kpd kesejatiannya yaitu membangun akhlak dan fitrah manusia termasuk fitrah alam dan keunikan lokalitas. Dalam bahasa KHD, fitrah disebut Kodrat Anak dan kodrat alam serta kodrat masyarakat.
Mohon maaf, model pendidikan Taman Siswa dan Muhammadiyyah hari ini sudah 100% meniru persekolahan Belanda. Sisa2 pendidikan yg digagas Muhammadiyah tempo dulu, masih terekam dalam Novel Andrea Hirata,Fokusnya hanya 2, yaitu akhlak dan bakat

2. Bunda Septiana
1. Bagaimana meyakinkan suami & keluarga tentang HE. Krn kita butuh komitmen suami/ kel untuk berpartisipasi dalam HE kan?

2. Bagaimana meyakinkan teman/para ibu tentang HE? Sebagian teman IRT berpendapat skolah lebih baik krn selain guru itu lebih pintar & memang dilatih untuk mendidik, irt minder krn mgkn pendidikan, bgmn dg pekerjaan rumah, atau belum tinggal mandiri masih bersama ortu & saudara yg lain.
Apalagi kl teman adalah istri yg bekerja, bbrp dr merasa HE bukan untuk mereka.

Jawab:

Sebaiknya meyakinkan pasangan, baik suami atau istri adalah bhw sebaik2 pendidikan adalah yg selaras dgn fitrah.
Perintah menjaga fitrah anak adalah perintah agama.
Sebaik2 makhluk di muka bumi yg diberi amanah utk menjaga fitrah adalah Ayah dan Ibunya, Rumah dan Keluarganya.
Menjawab bhw guru lebih pintar dari ortu, tentu iya utk pengajaran mata pelajaran.

Pendidikan berbeda dengan Pengajaran
HOME EDUCATION atau Home Schooling yg benar adalah tidak memindahkan pelajaran sekolah ke rumah.
Kalau utk pelajaran sekolah, mohon maaf guru2 bimbel jauh lebih pintar dari guru sekolah.

Guru2 bimbel juga masih kalah luas dan dalam dibanding pengetahuan yg ada dunia maya dan ditangan para maestro.
Bunda Winda, HS bisa mirip sama HE jika fokus pd bakat dan akhlak. Tetapi umumnya HS itu lebih mengutamakan belajar secara bebas dari kehidupan, sebagian HS malah menyimpang dgn memindahkan pelajaran sekolah ke rumah
Panduan bagi HE, sekali lagi adalah menjaga fitrah yg baik dgn cara menumbuhkan dan mengeluarkan fitrah2 baik itu (inside out) yg Allah karuniakan kpd anak2 kita

Diantara Fitrah itu adalah bhw tiap anak yg lahir adalah pembelajar yg tangguh. Potensi fitrah belajar ini harus dibebaskan dan tidak boleh kaku dan dalam tekanan nilai, rangking dll
Namun fitrah juga meliputi fitrah keimanan/kesucian, bhw tiap anak menyukai kebenaran, keadilan, menyukai Zat Yang Maha Hebat, membenci kezhaliman, kekasaran, dstnya
Selain itu Fitrah juga meliputi Bakat/Talent, bhw setiap anak dilahirkan dgn sifat2 unik yg produktif yg merupakan misi penciptaannya dan peran spesifiknya sbg Khalifah. Orang menyebutnya panggilan hidup
Ada lagi fitrah yg terkait tahap2 perkembangan anak sesuai kronologis usianya. Inipun fitrah yg menjadi hak anak2 utk dipuaskan dan dikenyangkan hak pendidikannya pd tiap tahap usianya
Semua fitrah itu diamanahkan utk dijaga dan dididik, utamanya kpd ayah bunda, lalu kpd setiap anggota keluarga (kakek, nenek, paman, bibi, kakak dll) serta komunitas sekitar (ulama, pemimpin, tetangga dll) utk bersama mendidik anak2 pd komunitas itu sesuai fitrah2 di atas
Masalah terbesarnya adalah kita menyangka bhw mendidik adalah mengajar, belajar adalah bersekolah
Obyek nya adalah akademik, ukuran suksesnya adalah nilai dan ijasah serta gelar
Kebanyakan keluarga2 sdh kecanduan menitipkan anaknya pd lembaga dgn alasan tdk mampu mendidik (dalam benak mereka disuruh mengajar matematika, fisika dll)
Saya paham bhw banyak keluarga yg ayah ibu nya terpaksa harus bergelut dgn nafkah, shg lebih memilih menitipkan anaknya pd lembaga,Tetapi sebagian keluarga yg ekonominya cukup juga turut menitipkan anak2nya pd lembaga. Makin banyak income nya, makin dipilih lembaga yg mahal dan bergengsi krn dianggap berkualitas

3. Sdr pribadi
Untuk keluarga yg orang tuanya bergelut dgn mencari nafkah, bagaimana untuk mencapai hal ideal yaitu bisa full time bersama anak? mungkin dilakukannya bertahap?

Jawab:

Utk keluarga2 yg terpaksa hrs mencari nafkah krn miskin, menitipkan anak pd lembaga sekolah adalah darurat. Diupayakan tidak selamanya demikian, bertahap diusahakan, atau diupayakan membentuk komunitas/jamaah HE shg bisa kolektif bergantian mendidik. Islam membolehkan bahkan menganjurkan agar sesekali menitipkan anak pd keluarga shalihah dimana sosok ayah dan ibu lengkap hadir.
Mohon maaf, pendidikan anak sampai menjelang aqil baligh, menurut saya tdk bs didelegasikan pd siapapun, kecuali terkait pelengkap spt skill dan knowledge.

Ortu sbg coach stlh anak aqil baligh itu apa mksdnya?

Saya lebih suka menyebut peran ortu setelah anak aqil baligh sbg senior Partner, bisa juga diartikan sbg Coach. Itu sesuai dengan ucapan Sahabat Nabi bhw 7 tahun ke 3, berarti usia 14-21 tahun, anak kita menjadi “teman”. Tentu saja teman, krn secara Syar’i, anak yg telah mencapai aqil baligh di usia 14–15 tahun, sdh menjalani Sinnu Taklif, masa2 pembebanan kewajiban syariah. Artinya kewajiban syariah kita dan anak2 kita, tiba2 menjadi setara, yaitu kewajiban dalam ibadah spt sholat-zakat-haji, kewajiban dalam dakwah, kewajiban dalam jihad, termasuk kewajiban2 dalam urusan nafkah, dan muamalah lainnya.
Semua ulama, setahu saya sepakat, bhw anak2 yg sdh aqil baligh tidak wajib dinafkahi lagi. Jika ada anak kita yg sdh aqil baligh, atau usia di atas 14-15 tahun masih dinafkahi, maka itu namanya sedekah, krn statusnya fakir miskin. Nah disinilah perlunya peran Coach atau partner utk mendampinginya mandiri dalam kehidupan sebenarnya.
Oh ya bunda Fatimah, ada jurnal ilmiah psikologi yg menyebutkan bhw anak2 yg sdh aqil baligh menyukai jika dia dianggap sbg orang dewasa yg setara. Kenakalan2 dan kegalauan mereka diakibatkan krn mereka selalu dianggap bocah pdhl sdh berusia 15 tahun, bahkan sampai 25 tahun masih dianggap bocah.
Mereka memerlukan pengakuan dan tugas2 sosial dan bisnis agar mereka merasa eksis dan percaya diri menjalani kedewasaannya. Rasulullah SAW bahkan mulai magang dan menjadi partner bisnis Pamannya sejak usia 9-10 tahun,Setiap pemuda memerlukan pembimbing hidup, kehidupan dan akhlak

Mau tanya bu moderator
Apakah kita perlu menanyakan kpd anak untuk meng-HE-kan anak Atau itu hak kita sbg ortu yg wajib menentukan pendidikan anak kita?
karena anak sy bilang kpd sy ingin sekolah

Istilahnya bukan mengHE kan anak 😊
Krn tanpa mengHE kan anak pun, sejak dalam kandungan sampai lahir pd galibnya sdh HE.
Tugas HE itu sampai anak kita berusia aqilbaligh, kalau wanita ada special exception, yaitu sampai pindah wali alias menikah, walau kemandirian dan kedewasaan tetap harus disiapkan ketika berusia aqilbaligh.
Bagi saya, pertanyaannya apakah anak itu wajib HE, ya jelas wajib
Apakah wajib sekolah, maka jawabannya tergantung
Yg bunda mesti jawab adalah apakah potensi fitrah keimanan, potensi fitrah belajar, potensi fitrah bakat dan tahapan2 pendidikan formal dapat berkembang optimal di keluarga dan komunitas atau di sekolah??
Yg bunda mesti jawab adalah apakah potensi fitrah keimanan, potensi fitrah belajar, potensi fitrah bakat dan tahapan2 pendidikan dapat berkembang optimal di keluarga
/ komunitas atau di sekolah??
Bagi saya ada anak2 yg cocok dengan model belajar di sekolah formal, biasanya mereka berfikir terstruktur, sangat kognitif, sangat formal, otak kiri banget dll Silahkan saja… tetapi tetap saja banyak aspek fitrah lainnya tdk bisa diserahkan pd sekolah formal
Utk usia 0-7tahun, fokus HE tetap pd 3 fitrah itu… aqidah dan akhlak, belajar dan bakat

Pendidikan Aqidah Usia Dini

Sudah tidak diragukan lagi bahwa mendidik (bukan mengajarkan) Aqidah sejak usia dini, adalah hal yang mutlak. Aqidah yg kokoh akan amat menentukan pilihan2 serta pensikapan2 yg benar dan baik dalam kehidupan anak2 kita kelak ketika dewasa. Lalu bagaimana metode dan caranya?

Menurut yg saya pahami secara sederhana, bahwa pertama, setiap pendidik atau ortu perlu menyadari bhw sesungguhnya setiap anak manusia yg lahir sudah dalam keadaan memiliki fitrah aqidah atau keimanan kpd Allah Swt. Setiap manusia pernah bersaksi akan keberadaan Allah swt, sebelum mereka lahir ke dunia. Maka tdk pernah ditemui di permukaan bumi manapun, bangsa2 yg tidak memiliki Tuhan, yaitu Zat Yang Maha Hebat tempat menyerahkan dan menyandarkan semua masalah dalam kehidupan.

Dengan demikian maka, yg kedua adalah bhw tugas mendidik adalah membangkitkan kembali fitrah keimanan ini, namun bukan dengan doktrin atau penjejalan pengetahuan ttg keimanan, namun dengan menumbuhkan (yarubbu/inside out) kesadaran keimanan melalui imaji2 positif ttg Allah swt, ttg ciptaanNya yg ada pd dirinya dan ciptaanNya yg ada di alam semesta.

Dengan begitu maka, yg ketiga adalah dengan metode utk sebanyak mungkin belajar melalui hikmah2 yg ada di alam, hikmah yg ada pd peristiwa sehari2, hikmah pd sejarah, hikmah2 pd keteladanan dstnya. Menjadi penting membacakan kisah2 keteladanan orang2 besar yg memiliki akhlak yg mulia sepanjang sejarah, baik yg ada dalam Kitab Suci maupun Hadits maupun yg ditulis oleh orang2 sholeh sesudahnya. Menjadi penting senantiasa merelasikan peristiwa sehari2 dengan menggali hikmah2 yg baik dan inspiratif. Menjadi penting untuk senantiasa belajar dengan beraktifitas fisik di alam dgn, meraba, merasa, mencium aroma, mengalami langsung dstnya.

Metode berikutnya, tentu saja kisah2 penuh hikmah itu perlu disampaikan dengan tutur bahasa yg baik, mulia dan indah bahkan sastra yg tinggi. Menjadi penting bahwa tiap anak perlu mendalami bahasa Ibunya dan bahasa Kitab Sucinya. Bukan mampu meniru ucapan, membaca tulisan dan menulis tanpa makna, namun yg terpenting adalah mampu mengekspresikan gagasan2 dalam jiwanya secara fasih, lugas dan indah, sensitif thd makna kiasan2 dalam bahasa sastra yg tinggi. Para Sahabat Nabi SAW yg dikenal tegas namun memiliki empati dan sensitifitas yg baik serta visioner umumnya sangat menggemari sastra.

Semua metode itu, kembali lagi, adalah bertujuan utk membangun kesadaran keimanan melalui imaji2 positif lewat kisah yg mengisnpirasi, melalui kegairahan yg berangkat dari keteladanan, pemaknaan yg baik melalui bahasa ibu yg sempurna dstmya. Imaji negatif akan melahirkan luka persepsi dan luka itu akan membuat pensikapan yg buruk ketika anak kita kelak dewasa.

Sampai sini kita menyadari bhw peran orangtua sebagai pendidik yg penuh cinta serta telaten maupun sebagai sosok yg diteladani dan menginspirasi tidak dapat digantikan oleh siapapun, apalagi dalam membangkitkan kesadaran keimanan anak2nya. Maka penting bagi para pendidik untuk melakukan pensucian jiwa (tazkiyatunnafs) sebelum memulai mendidik dgn kitab dan hikmah. Bukankah ortulah yg akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat bukan yang lain?

Salam Pendidikan Peradaban

‪#‎pendidikanberbasispotensi‬ akhlak
Welcome back to ‪#‎homeeducation‬
Sejatinya tiap anak lahir dalam keadaan fitrah yg baik. Maka tugas ortu adalah bukan menjejalkan (outside in) namun mengeluarkan (inside out) fitrah2.
1. Fitrah Kesucian dan kebenaran. Tiap anak menyukai kehebatan, suatu hari mereka sadar bhw mereka butuh dan tergantung pd Zat yg Maha Hebat. Tiap anak suka diperlakukan baik, penuh damai, harmony dan adil dstnya, suatu hari mereka akan rela dan ikhlash memperjuangkan kedamaian, keharmonian dan keadilan. Tiap anak suka tutur yg lembut, perangai yg santun, wajah yg ceria dstnya, suatu hari mereka akan menyampaikan hikmah dgn lembut, santun dan berseri. Jika ada anak yg tdk menyukai itu semua, maka fitrahnya telah menyimpang. Namun itu semua, sejak awal kelahiran, baru sifat dan perlu dibangkitkan dan disadarkan dgn sensitifitas, imajinasi, bahasa ibu, interaksi di alam dstnya.
2. Fitrah Belajar. Tiap anak adalah pembelajar sejati yg tangguh dan tak kenal putus asa. Sebuah jurnal ilmiah menyebut bhw tiap anak adalah scientist. Jika ada anak yg tdk menyukai belajar, maka fitrahnya telah menyimpang. Kesukaan dan kegemaran belajar itu mesti terus ditumbuhkan lewat tradisi2 bertanya di rumah, tradisi belajar ayah ibu dan lingkungannya, budaya berbagi pengetahuan dan intelectual curiosity.
3. Fitrah Bakat. Tiap anak memiliki sifat bawaan yg unik, yg disebut dengan Bakat. Sifat ini mesti digali, dipetakan, disadarkan melalui beragam aktifitas dan kemudian direncanakan serius utk dikembangkan sampai menuju perannya. Inilah panggilan hidup anak2 kita yg akan menjadi misi spesifik penciptaannya sbg Khalifah.
4. Semua Fitrah itu, 1-2-3 di atas memiliki Sunnatullah Tahapan sesuai perkembangan usia. Usia 0-7, usia 8-14, usia di atas 14, harus dipetakan dgn pendidikan. Buku Guide hasil kompilasi MLC sdh siap utk dibagikan akhir tahun ini, akan dibagikan gratis ke teman2 semua InsyaAllah.
Menurut saya yg penting jangan menganggap pendidikan itu persekolahan, dan jangan persekolahan adalah hal yg paling utama dan wajib. Sekolah itu, mohon maaf, umumnya mirip lembaga kursus saja kok fungsinya, guru2nya punya tupoksi menghabiskan bahan ajar, kepsek nya punya target jumlah kelulusan dan rangking sekolah. Urusan akhlak, bakat, aqidah…. siapa yg peduli?? Memang ada guru2 baik, tetapi atmosfirmya lebih kpd penuntasan akademis dan standar kelulusan
Menurut saya yg penting jangan menganggap pendidikan itu persekolahan, dan jangan persekolahan adalah hal yg paling utama dan wajib. Sekolah itu, mohon maaf, umumnya mirip lembaga kursus saja kok fungsinya, guru2nya punya tupoksi menghabiskan bahan ajar, kepsek nya punya target jumlah kelulusan dan rangking sekolah. Urusan akhlak, bakat, aqidah…. siapa yg peduli?? Memang ada guru2 baik, tetapi atmosfirmya lebih kpd penuntasan akademis dan standar kelulusan
Kapasitas guru terlalu kurang dan sedikit jika harus dibebankan utk telaten menangani bakat, akhlak, aqidah siswa satu persatu. Urusan akademis saja sdh kehabisan nafas. Saya bukan merendahkan guru, memang kenyataannya demikian. Berbeda dgn guru2 di Surau, Pesantren tempo dulu… mereka bisa menjadi sosok pengganti ortu dan fokus pd pengembangan fitrah bukan ijasah
Kewajiban mendidik ada di rumah dan di komunitas/jamaah… tidak tergantikan di dunia dan di akhirat
Pendidikan dalam Islam diistilahkan dengan TARBIYAH, yang berasal dari kata robaa, yarubu yg artinya menumbuhkan, membimbing dll. AlQuran menyebut spt burung yg merendahkan sayapnya utk mengerami telurnya dalam masa sampai mandiri. Ada juga yg menyebut pendidikan dengan TA’DIBIYAH, proses memperadabkan: manusia, alam, kehidupan dengan nilai2 keyakinan yg dianut
Sebaik2 guru adalah kedua ortunya
Sebaik2 belajar adalah bersama Kehidupan, bersama Alam dan bersama Maestro
Sebaik2 rujukan pendidikan adalah alQuran dan Siroh Nabawiyah
Sebaik2 misi pendidikan adalah sesuai dengan misi penciptaan manusia yaitu menjadi khalifah dgn mencapai peran peradaban tiap anak dan ummat sesuai karunia fitrah
Sebaik2 visi pendidikan adalah menebar manfaat dan rahmat bagi semesta
Ya syarat semuanya tentu saja para ortu dan pendidik mesti memperbaiki ruhiyahnya, atau tazkiyatunnafs. Ruh yg baik akan bertemu dgn ruh yg baik, fitrah baik anak2 kita akan bertemu dgn fitrah baik dari kedua orangtuanya. Apa yg disampaikan dari ruh akan sampai di ruh, apa yg disampaikan dari mulut saja maka akan berhenti di telinga saja
Alhamdulillah sudah berjalan diskusinya, semangaaat belajar teman2 keren

Terima kasih share nya pak harry,Mau nambahin dikit ttg ibu bekerja dan HE
Di seminar HE payakumbuh kemarin muncul pertanyaan ttg ini
Jawaban saya semua ibu baik yg bekerja di ranah publik maupun di ranah domestik, wajib menjalankan HE
Caranya, berusahalah meluruskan niat terlebih dahulu, apkh keluarnya kita dari rumah membuat iman, akhlak, adab anak2 kita lebih baik
Kalau ya, maka boleh kita lanjutkan, dan energy kita harus dobel, istilah mobil dobel gardan
Management waktu hrs ditingkatkan, kl kita berangkat kerja cantik, harum dan sabar, maka pulang harus lebih cantik, lebih harum dan lebih sabar
Jadilah anda manager pendidikan anak2, manager gizi anak2, dll shg ketika anak kita delegasikan ke pihak lain selama kerja, masih di bawah management kita.

Kalau tidak sanggup dobel gardan pilih salah satu.
Demikian juga unt single parent, harus memanage dg sangat bagus. Saya dididik ibu single parent sejak kls 2 SD, beliau tdk pernah marah, kl sdg sedih di dlm kamar, menurut ibu saya, kamar itu back stage, keluar kamar sdh on stage
Mb irene, dress up 7 to 7 itu tidak harus rapii terus sepanjang hari, yg terpenting adlh momen berubah, dari yg ala kadarnya menjadi bersungguh-sungguh
Yg menyedihkan kl sdh rapi justru tidak mau bermain dg anak2.hal tsb keluar dr esensi utama.
Ya, sebaiknya memang fokus. Mk seorang ibu perlu ilmu management waktu dg SANGAT baik